Penyelenggara pemilu Kabupaten Mesuji, tidak melaksanakan kewajibannya bisa di Pidana itu jelas tertera di UU No 7 Tahun 2017 tentang pemilu (12/24)
Apri Susanto APD menilai banyaknya pasal pidana dalam Undang- Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang bisa multitafsir dan tidak aplikatif, jadi salah satu problematika dalam menangani tindak pidana pemilu. Saat di wawancarai awak media
“Banyaknya norma pidana dalam UU Pemilu, mengindikasikan bahwa pembuat kebijakan lebih mengutamakan penanganan pidana (premium remedium) sebagai cara menanggulangi ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu, ” kata Apri
Padahal menurutnya, penerapan sanksi administratif dan etik pada kasus-kasus tertentu bisa lebih efektif daripada mengunakan sanksi pidana.
Koordinator Akademi Pemilu & Demokrasi mencontohkan, ada PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang tidak mengumumkan DPS (daftar pemilih sementara) sesuai Pasal 489 UU Pemilu atau kampanye di luar jadwal yang diatur Pasal 492 UU Pemilu. “Sanksi pidana
Dan seharusnya menjadi langkah terakhir (ultimum remedium) apabila sanksi administratif maupun etik sudah diterapkan, namun perbuatan kembali terulang, ungkap dia.
Selain itu dia menambahkan, meski banyak pasal pidana dalam UU Pemilu 7/2017, akan tetapi, tren pelanggaran dalam pemilu atau pemilihan (pilkada) selalu berulang.
Dirinya mencontohkan pelanggaran tersebut di antaranya politik uang, kepala desa yang tidak netral, atau mencoblos lebih dari sekali. “Hal ini mengindikasikan bahwa pendekatan pidana kurang efektif,” tegasnya.
Tetapi kemudian, dalam UU Pemilu 7/2017 ini ada 77 tindak pidana yang diatur dari Pasal 488 sampai Pasal 553,” bebernya. Dia menyatakan, dalam norma tindak pidana pemilu, subjek paling banyak yang dikenai adalah penyelenggara pemilu ini jadi perhatian kita bersama untuk masyarakat Kabupaten Mesuji